Catur Desa

Catur Desa
Catur Desa : Gobleg, Munduk, Gesing, Uma Jero, Klik "Posting Lama" di bawah untuk informasi lainnya

UPACARA PITRA YADNYA DI GOBLEG (KENAPA TIDAK DIBAKAR..??)



Asal mula desa Gobleg adalah di wilayah kawasan danau Tamblingan dan danau Buyan yang memegang tampuk pimpinan saat itu adalah Ida Dalem Tamblingan ( Ida Bathara Dalem Bahem ) yang dibantu para pengabih serta iringan dan tatadan sebanyak 16 pasek. Pada saat berada di Tamblingan pernah beliau akan melaksanakan upacara pitra yadnya atas meninggalnya dari keluarga beliau dengan proses persiapan sarana-sarana upacara, namun pada saat hari upacara tersebut akan dilaksanakan Layon ( mayat ) yang akan diupacarai menghilang tanpa jejak dan bekas.
Dari keanehan tersebut, upacara Pitra Yadnya dibatalkan. Mulai saat itu beliau berfikir bahwa kawasan Tamblingan adalah kawasan suci dengan prediksi tidak wajar melaksanakan upacara Pitra Yadnya di daerah tersebut, dikarenakan keberadaan tempat suci ( pura-pura ) yang berjumlah 19 pura yang semuanya tidak memakai penyengker ( tembok pembatas ). Batas dari semua pura-pura itu hanyalah hutan yang lebat.
Dari sekian banyak penafsiran atas keadaan tersebut, kemungkinan besar Desa Tamblingan pindah ke Desa Hindu Gobed ( sekarang Desa Gobleg ), dikarenakan :
1.      Letusan gunung
2.      Banyaknya semut di daerah Tamblingan
3.      Kawasan Tamblingan disucikan
Dalam perjalanan beliau menuju arah utara sampailah beliau di palemahan “Batu Ngadeg” ( batu berdiri ). Di sana beliau beristirahat sembari melihat sekeliling dari atas batu berdiri tersebut untuk melihat kawasan suci yang dikenal dengan “Tanah Selaka”. Di tempat inilah nantinya distanakan yang beliau Iring (sungsung) yaitu Sang Hyang Aji Sakti dan Sang Hyang Ibu Sakti. Dan kemudian diperintahkan para pengiring beliau untuk meninjau adanya sinar di kawasan Pura Batur dan disebutkan dengan Karang Kedas (Tanah Selaka). Disana ditemukan ada yang menjaga kawasan tersebut yang dinamakan Penunggu Karang. Lalu Penunggun Karang bertanya kepada para pengiring Ida Dalem “eh.. nyen keajak mai?” (eh..dengan siapa kamu kesini?). Selanjutnya para pengiring menegur pertanyaan tersebut karenya dianggap mengajukan pertanyaan secara tidak sopan. Kembali Penunggun Karang bertanya “men  kenkenang abet metakon?” (lalu bagaimana caranya bertanya?), kemudian dijawab oleh para pengiring “kene carane, sapesire sane keiring meriki?” (begini caranya, siapa yang kamu antar ke sini?) dijawab oleh pengiring “tyang ngiring Ida Dalem Tamblingan” (kami mengantar Ida Dalem Tamblingan).
Setelah kejadian tersebut para pengiring menyampaikan kejadian tersebut sekaligus kata-kata dari Penunggun Karang kepada Ida Dalem. Selanjutnya perjalanan Ida Dalem diikuti oleh para pengiring (tatadan) menuju Karang Kedas (Tanah Selaka) dan menstanakan Ida Sang Hyang Aji Sakti serta Sang Hyang Ibu Sakti. Di Karang Kedas yang sekarang dinamakan Pura Batur yang merupakan pusat Desa Hindu Gobed (Gobleg) yang di jaba berdiri Kulkul Seleguwi. Di sanalah Ida Dalem memastu (mengutuk) Penunggun Karang menjadi manusia yang dikenal sampai saat ini sebagai keturunan Pasek Gobleg yang langsung ditunjuk sebagai juru sapuh (tukang bersih) di Pura Batur.
Setelah itu setiap warga masyarakat yang akan melaksanakan upacara panca yadnya agar matur piuning kepada Sang Hyang Aji Sakti dan Sang Hyang Ibu Sakti dengan tujuan memohon  restu agar pelaksanaan upaca berjalan dengan lancar tanpa ada suatu halangan apapun. Selanjutnya Ida Sang Hyang Aji Sakti dan Sang Hyang Ibu Sakti memerintahkan kepada Ida Dalem agar Ida Dalem mendirikan Stana (pelinggih) Ida Batara Siva, diantaranya :
1.      Stana (pelinggih) Ida Batara Siva di kaja kangin (tenggara). Di sana beliau berstatus Purusa yang dikenal sekarang dengan Pura Siwa Muka Bulakan.
2.      Stana (pelinggih) Ida Batara Siva di kelod kangin (timur laut). Di sana beliau berstatus Pradana yang dikenal sekarang dengan Pura Siwa Muka Suwukan. Dengan asumsi pendirian ini dinyatakan bahwa semua anggota masyarakat dan para pengiring belog polos (bodoh dan lugu). Biar gampang dikemudian hari  mealaksanakan upacara panca yadnya memohon tirta yang sudah jadi (puput), dan yang harus memohonkan tirta tersebut adalah keturunan dari Ida Dalem, selain itu tidak boleh. Keturunan Ida Dalem yang dimaksud adalah yang dikenal sampai saat ini dengan Pengrajeg Dalem (Ida Baghawan Manca Warna). Di masing-masing Pura Siwa Muka tersebut sudah ada tirta sebagai berikut :
a.       Tirta Pradana Pati (di telaga sebelah kiri)
b.      Tirta Pradana Urip (di telaga sebelah kanan)
Dari kedua tirta tersebut terdiri dari tiga bagian menurut upacara yang akan dilaksanakan, diantaranya :
i.                    Untuk melaksanakan upacara Dewa Yadnya dan Butha Yadnya bernama Tirta Wanyu Riris
ii.                  Untuk melaksanakan upacara Manusa Yadnya dan Rsi Yadnya bernama Tirta Tri Jati
iii.                Untuk melaksanakan upacara Pitra Yadnya bernama Tirta Kretikneswewalu”
Dari unsur pinunas (memohon), tirta ini oleh para penyungsung dan pemeluk adat Dalem Tamblingan dikenal dengan Pemeluk Siwa Niskala. Dan sebagai pengelingsir  adat yang berhak nunasang (memohonkan) tirta adalah Pengerajeg Dalem (Ida Baghawan Manca Warna).
Berdasarkan anugrah di atas, bagi pemeluk serta penyungsung adat Dalem Tambligan dalam melaksanakan upacara semua dipuput dengan tirta. Karena tata cara tersebut sudah diturunkan oleh Ida Dalem dan juga dikenal dengan tata cara megama tirta.
Dari hal tersebut apa sebabnya di Gobleg tidak melaksanakan pembakaran mayat pada upacara pitra yadnya ? untuk pelaksanaan upacara ini juga dikenal dengan upacara mekelin. Seandainya melaksanakan pembakaran, bagi warga yang melaksanakan upacara dituntut untuk meriyastista pura-pura yang ada di kawasan Dalem Tamblingan. Walaupun upacara pitra yadnya dipuput dengan tirta, tidak terlepas dari tata cara adat dan agama yaitu Brahma, Wisnu, Iswara sebagai nguncarang puja atau mantra. Brahma sebagai api (kukus/asap) untuk memohon kepada yang disembah. Wisnu sebagai tirta suci untuk sarana pemuput upacara.
Nah tata cara tersebut dikenal dengan tata cara megama tirta dengan pelaksanaan numandang mantra. Dengan arti mungkah hari ini dalam kurun waktu tiga atau lima hari upacara yang dilaksanakan selesai. Adapun dalam upacara pitra yadnya tirta Kretikneswewalu tersebut terdiri dari ;

1.      Tirta pengelukatan
2.      Tirta pengentas
3.      Tirta penyuwargan
4.      Tirta pengiriman
5.      Tirta prelina
6.      Tirta pebersihan
Dari semua paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kenapa di Gobleg proses upacara pitra yadnya tidak dibakar adalah karena desa Gobleg, Munduk, Gesing, Umajero (catur desa)  merupakan desa Pengulu dan di sana berdiri banyak Pura setingkat dengan Dang Khayangan, bertujuan untuk menghindari agar tidak terkena imbas kekotoran dari upacara pitra yadnya itu sendiri.


Sumber  :
 Lontar Babad Hindu Gobed dan cerita pengelingsir sesuai dengan dresta kuna.
                       


6 komentar:

  1. mantap postingnya..menambah ilmu dan cocok untuk generasi muda yang kurang tahu tentang desa gobleg.., kalau ada boleh diposting lagi seputar desa gobleg..suksma

    BalasHapus
  2. Info yg sangat mencerahkan. Luar biasa mendapatkan info tentang desa ini. Suksma

    BalasHapus
  3. suksma atas infonya yg sngt mendidik untk generasi muda GOBLEG.......

    BalasHapus
  4. Ternyata begitu penjelasannya...
    Suksma pak wira...
    Tetes pengetahuan yg menyegarkan...

    BalasHapus
  5. Ternyata begitu penjelasannya...
    Suksma pak wira...
    Tetes pengetahuan yg menyegarkan...

    BalasHapus

Mohon komentarnya yang logis tanpa mengurangi nilai-nilai intelektualistis guna tercipta komentar serta pertanyaan yang bermanfaat bagi kita semua.