Catur Desa

Catur Desa
Catur Desa : Gobleg, Munduk, Gesing, Uma Jero, Klik "Posting Lama" di bawah untuk informasi lainnya

KISAH KETURUNAN ARYA di DAERAH PUNJAB KASMIR INDIA UTARA


Kisah keturunan Arya di daerah Punjab Kasmir India Utara ini disampaikan oleh Ida Sri Pandita Agung Bagawanta Bodikawya kepada para muridnya pada tahun çaka 1403 di Gunung Mahameru India. Beginilah tutur beliau kepada para muridnya.

Dahulu kala sebelum tahun çaka dimulai, tersebutlah seorang raja bangsa Hindu keturunan Arya dari Punjab Kasmir, dekat dengan sungai Gangga India. Beliau berasal dari Asia Tengah yaitu Gunung Himalaya. Raja tersebut bernama Prabu Wira Aji Suryaningrat yang sangat terkenal pada saat itu. Beliau mempunyai permaisuri yang bernama I Dewa Ayu Sri Dualawati Mahadewi, putri dari Prabu Dewata Cengkar yang juga bangsa Hindu keturunan Dravida. Dari perkawinan itu beliau dikaruniai tiga orang putra dan seorang putri. Putra yang pertama bernama Sri Wirajaya Satruning Bumi, yang kedua bernama Sri Kesari Warma Dewa, yang ketiga bernama Sri Wira Tamblingan, dan yang terakhir bernama Dewa Ayu Amertaning Puri.

Prabu Wira Aji Suryaningrat beserta permaisuri dan putra-putrinya sangat bahagia dan damai selalu. Untuk mengemban putra-putrinya beliau dibantu oleh dua orang emban (parekan) yang bernama I Bagejo dan I Daulat yang sangat beliau sayangi. Berkat ketelitian dan ketekunan kedua emban ini, keempat putra dan putri beliau tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Melihat putra putrinya telah dewasa, sebagaimana aturan pada saat itu timbullah keinginan Prabu Wira Aji Suryaningrat dan permaisurinya untuk menugaskan ke-tiga putranya ke nusantara diiringi oleh embannya I Bagejo dan I Daulat.

Keinginan beliau berdua ini akhirnya disampaikan kepada Ida Prabu Dewata Cengkar untuk memohon persetujuan lewat surat yang diantarkan oleh parekan beliau I Bagejo dan I Daulat. Untuk mengetahui kesaktian kedua parekan tersebut dalam mengemban cucunya ke nusantara, timbullah keinginan beliau untuk mencoba kesaktian kedua parekan itu. Kedua parekan tersebut disuruh bertarung untuk membuktikan kesaktiannya masing-masing. Setelah bertarung untuk mencoba kesaktian, akhirnya wafatlah kedua parekan itu karena memiliki kasaktian yang sama kuat. Wafatnya kedua parekan tersebut menyebabkan Prabu Dewata Cengkar dan Ida Sri Maharaja Wira Aji Suryaningrat sangat bersedih.

Kedua parekan yang telah meninggal tersebut masing-masing meninggalkan dua anak laki dan perempuan. I Bagejo menurunkan putra yang bernama I Dananjaya dan putri bernama Ni Wancingan. Serta I Daulat menurunkan putra yang bernama I Ulung dan putri bernama Ni Ulika.

Dalam suasana masih berduka, selanjutnya jasad kedua parekan tersebut dikremasi, diupacarakan sebagaimana layaknya pada saat itu. Keadaan ini didengar oleh Sri Maha Pandita Bagawanta Dwijaksara, yang juga bangsa Hindu keturunan arya. Berkat ketajaman meditasi beliau dan sudah merupakan kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tahun wafatnya I Bagejo dan I Daulat diperingati sebagai awal tahun çaka.

Disamping untuk mengenang jasa kedua parekan yang sangat sayang kepada putra-putrinya, Prabu Sri Maharaja Aji Suryaningrat dengan petunjuk Ida Sri Maha Pandita Bagawan Dwijaksara menjadi ungkapan ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, da, ja, ya, nya, ma, ga, ba, ta, nga, sebagai hulu dari 20 aksara dan sekaligus saat wafatnya kedua parekan itu dihitung tahun 1 çaka.

Setelah selesai peringatan wafatnya kedua parekan tersebut oleh Ida Sri Wira Aji Suryaningrat dinobatkan menjadi Sri Dalem Wira Aji Saka Suryaningrat. Oleh karena putra-putrinya sudah dewasa, dan keinginan beliau untuk mengutusnya ke nusantara tidak pernah pudar, maka sebelum diutus ke nusantara ketiga putra-putrinya dinikahkan terlebih dahulu.

Sri Wira Jaya Satruning Bumi dinikahkan dengan Pamurnaningrat, Sri Wira Kesari Warma Dewa dengan Dewi Udayani, Sri Wira Tamblingan dengan Dewi Amerta Sari, dimana semua istri-istri ini adalah bangsa India keturunan Dravida. Setelah upacara pernikahan selesai, ketiga putranya ini memperoleh gelar DALEM. Keempat parekan keturunan I Bagejo dan I Daulat yaitu I Dananjaya, Ni Wancingan, I Ulung, dan Ni Ulika mengantarkan ke nusantara.

2 komentar:

  1. swastyastu,
    untuk bait terakir kayaknya ada pertentangan dengan Lontar Merta jati,dan beretentangan dengan ulasan Adi sebelumnya (posting terdahulu)karena menurut Lontar Merta Jati keempat pasek tersebut merupakan putra dari• Srimandi dengan istri
    • Dewa Ayu Nariswari / Sanghyang Trinabi
    • Dewa Ayu Sekar Kencana d/Sanghyang Srinabi
    makalah oleh drs. kt sutha tidak mencantumkan sumber lontar dan mungkin menyadur darli legenda aji saka dan asal mulanya huruf jawa, mungkin perlu dipertimbangkan jika dijadikan fakta/pengakuan sejarah jika dikaitkan dengan Ida Dalem Tamblingan...

    trims, salam
    dr pt ebit gesing

    BalasHapus
  2. bagus tulisannya, hanya saja butuh pemahaman cessur dan rasa waktu untuk memberikan komentar terhadap babad, dan karya sastra, sangat sulit mengupas mana fakta terkait gobleg/tamblingan, mana pertimbangan untuk mengaitkan dan mensejajarkan fakta dalem tamblingan dengan fakta didapat dari pengetahuan atau cerita orang dijadikan cerita untuk mensejajarkan dengan aji saka di India.

    BalasHapus

Mohon komentarnya yang logis tanpa mengurangi nilai-nilai intelektualistis guna tercipta komentar serta pertanyaan yang bermanfaat bagi kita semua.